Robertus Mering |
Apakah anda pernah merasa kecewa ketika akan
menikmati pecal bebek di warung lamongan dan ternyata bebeknya lagi kosong?? Padahal
di baliho yang melilit warung lamongan tersebut jelas-jelas ada tulisan “sedia
daging bebek” lengkap dengan gambar bebek panggang yang menggetarkan isi perut.
Saya pernah mengalami. Kecewa dengan raut muka masam sudah pasti dan mau tak
mau akhirnya memesan pecal lele atau pecal ayam. Fenomena inilah yang tidak
sengaja ditangkap oleh seorang kenalan yang saya temui beberapa waktu lalu.
Bagaimanakah ceritanya???
Pagi itu,
pukul 09.06 WIB telepon genggam saya yang diletakkan dekat pembaringan
berdering pertanda ada pesan masuk. Dengan kondisi mata yang masih terasa
ngantuk, pelan-pelan saya raih handphone saya untuk melihat siapakah gerangan
yang mengirim Short Messenger Service (SMS) yang masih pagi sekali versi waktu
saya.
“Willy...almt rmh ab pndk pngrn
1&2 blok o 16...ab skrg ad di rmh...klw mw krmh dlu pun blh y...”
begitu kira-kira isi pesan singkatnya. Ternyata oh ternyata hari itu, Jumat
(24/8) pukul 10.00 WIB saya ada janji dengan seseorang. Saya pun langsung
sigap, beranjak dari tempat tidur dan segera membersihkan diri dari mimpi-mimpi
indah yang tidak sempat terselesaikan pagi itu.
Setelah mondar
mandir mencari rumah yang dituju di blok O, perumahan Pondok Pangeran Siantan
Pontianak Kota, akhirnya saya menemukan sebuah rumah yang berwarna kuning
kombinasi warna hitam dengan bentuk pagar serta desain bangunan rumah
minimalis. Di dalamnya saya berjumpa dengan seseorang yang menurut saya, sangat
tidak tegap sekali tetapi sangat ramah dan murah senyum. “Willy ya,” sapanya
dengan ramah. “Iya bang,” balas saya dengan ramah juga.
Robertus
Mering, itulah nama lengkapnya. Pria kelahiran Kapuas Hulu 36 tahun silam ini
adalah karyawan swasta di bidang pertambangan dan perkayuan. Sekitar satu tahun
yang lalu, ia mencoba untuk menyalurkan hobbynya beternak. “Awal mulanya sih cuma keberanian jak, pertama ada keberanian dan kedua ada hobby juga, terus yang
ketiga ya berpikir satu hari bisa dapat duit 50 ribu itu gimana,” ujarnya
memulai perbincangan dengan saya mewakili CUreview.
Di areal
kandang peternakan bebek miliknya yang memanfaatkan lahan kosong di belakang
rumah abang iparnya, masih di daerah siantan tepatnya Parit Pangeran IV, Robert
mengisahkan kenapa ia memilih untuk beternak bebek. “Kalau bebek atau itik itu,
tidak rentan kena penyakit,” ujarnya. Tambah Robert lagi, saat memulai usaha
juga tidak disengaja. “Bibitnya aja belinya ngga
kepikiran, waktu itu singgah di lampu merah, lihat ada jual bibit bebek,
langsung beli, ceritanya begitu, jadi awalnya ndak direncanakan,” cerita Robert.
Di suasana
yang terasa berisik akibat dari suara bebek yang seolah memanggil tuannya,
Robert menjelaskan secara gamblang cara dan tehnik beternak bebek. Robert
mengaku bahwa bibit bebek yang ia ternakan ini, sengaja diimpor langsung dari
Jawa dengan jenis Hibrida raja dan ratu, hibrida raja untuk pedaging dan
hibrida ratu untuk petelur. Bebek jenis hibrida adalah turunan dari keempat
dari bebek Mojosari dengan bebek Alabio, pusat pengembangan bebek hibrida
berada di Pelaihari Kalimantan Selatan. Mulai dari DOD (day old duck -periode starter yaitu itik yang berumur 1 hari hingga
itik umur 2 bulan), mengitung FCR (rasio konversi pakan) yang menghasilkan
keuntungan, sampai ke masa ideal panen dijelaskan oleh pria yang sudah familiar
dengan usaha jenis konvensional ini.
“Bebek potong
atau pedaging itu efektif dan ada keuntungannya dalam tempo 2 bulan sampai 2
setengah bulan sudah bisa panen. Itu beratnya sudah mencapai 2 kilogram atau
lebih, jadi kalau untuk ukuran pecal bebek itu sudah sangat bagus. Sampai saat
ini, kita sudah 2 periode panen bebek pedaging, kebetulan baru panen kemarin,
tapi kita stopkan dulu selama satu bulan atau dua bulan ini, kita rapikan
kandang dulu,” ungkap ayah dari tiga orang anak ini.
Lebih lanjut,
pria yang menyandang gelar Sarjana Komputer ini menjelaskan bahwa pada masa DOD
pakan pertama yang harus dijaga 1-3 minggu harus menggunakan pur BP 11 dan 3
minggu – 2 bulan menggunakan pur BP 12, setelah itu baru pakai pakan dengan
campuran dedak, jagung, kulit udang dan ditambah sayur-sayuran. Lebih lanjut
lagi, ia menjelaskan tentang formulasi pakan perbulan dengan perhitungan FCR
yang menghasilkan jumlah volume pakan 700 kilogram, terdiri dari 400 an
kilogram dedak, 100 kilo udang, 100 kilo jagung, dan sisanya bungkil kelapa.
Dalam satu hari Robert memberi pakan bebek sekitar 10-15 kilogram perhari.
Robert juga
mengatakan bahwa bebek petelur yang ia ternakan rata-rata perhari bisa menghasilakan telur sekitar 15 butir perhari.
“Kemarin dari bulan 7 ke bulan 8 ini rata-rata 15 butir perhari, dan sekarang
tren jumlah telur yang dihasilkan sudah mulai meningkat. Nanti sampai bulan 12
ganti bulu lagi, jadi dia mengisi kembali kantong telurnya, sampai puncaknya
50-60 butir perhari,” ujar pria yang asyik diajak ngobrol ini lagi.
Selama ini,
Robert mengamati usaha ternak bebek, pangsa pasarnya besar dan permintaan pasar
sangat tinggi sedangkan yang mau memelihara sama peminat pemilihara itu kecil.
Oleh karena itu, ia sering mengajak orang disekitarnya untuk menekuni usaha
ternak bebek.
“Kalau melihat
warung makan pecal bebek di Pontianak ini sudah menjamurlah sampai ke Kapuas
Hulu. Itu kan menggambarkan pasar bebek ini sudah luar biasa, baik itu bebek
pedaging maupun bebek petelur semuanya punya potensi besar, bebek potong saja
itu harganya bisa 40-50 ribu perekor sedangkan untuk telur bebek pangsa
pasarnya adalah para pembuat dan toko jamu, selain itu warung-warung makan juga.
Bahkan, untuk lebaran kemarin saja, satu hari ada beberapa ratus itu
permintaan,” ungkapnya dengan harapan untuk meyakinkan peminat ternak bebek.
Robert yang
lebih banyak melakukan pekerjaan di luar kota ini, melimpahkan kepada
keponakannya untuk mengawasi ternak bebek secara intensifikasi, sedangkan ia
hanya memenej dan mengatur pakan
serta bibit yang dikirim saja. Pada kesempatan itu juga, ia menyarankan kepada
peminat budidaya bebek atau itik untuk memperhatikan lingkungan kandang.
“Kandang yang
betingkat memang agak susah, lingkungan jadi ndak enak karena kena angin, itu berpengaruh. Apalagi kalau musim
penghujan, bau kandang memang ngga
enak. Tapi kita punya trik dan strateginya, kita hamparkan serbuk biar tanahnya
ndak basah dan bau, atau batang padi
juga bisa. Bebek ini perlu kering, cuma air minumnya jangan sampai putus. Tapi
kalau untuk petelur atau pembenihan dan pembesaran, itu bagus kalau pakai
lantai. Kalaupun pake kandang langsung ke tanah seperti ini harus terbuka,
tidak boleh tertutup, kalau tertutup lembab, justru ndak bagus, pengaruhnya ke telur,” paparnya.
Dalam beternak
bebek, Robert juga mengungkapkan sangat perlu memperhatikan tingkat
kesetresannya. “Bebek itu juga bisa stres lho,
penyebabnya bisa pengaruh dari kandangnya yang sempit, pakannya yang kurang,
suhu yang tidak memadai, pola pemeliharaannya atau bisa juga kena orang yang
jarang dilihatnya, kalau orang yang biasa kasi dia umpan sih ndak, tapi kalau yang jarang
bersosialisasi dengannya tu, bisa buat stres juga,” ungkap Robert lagi.
Setelah
keasyikan ngobrol dan “mencuri”
sedikit pengetahuan baru dari abang
Robert, saya pun berpamitan pulang. Di ujung kata obrolan kami, Robert mengajak
khususnya yang muda-muda seperti saya ini untuk mengembangkan jiwa wiraswasta. “Jangan
mengharapkan jadi pegawai negerilah, banyak hal yang bisa kita kembangkan dan
manfaatkan, contohnya ternak bebek ini,” harapnya kepada kaum muda.
Ia pun
melanjutkan sarannya kepada siapapun yang berminat untuk mengembangkan budidaya
bebek. “Kalau ada yang berminat dan ingin belajar, boleh contact saya, saya mau berbagi kepada siapapun, asalkan punya niat
aja. Kalau ada yang mau pesan pakan juga dengan perhitungan FCR tadi tu boleh
juga,” ujar Robert sambil tertawa di akhir cerita kami.